Jumat, 08 Mei 2015

Pra peradilan bisa diperlakukan pada penetapan status tersangka

JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Mahkamah Konstitusi yang menentukan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan dikhawatirkan akan menambah beban hakim di tingkat pengadilan negeri. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah didesak untuk mempercepat pembahasan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Kalau dalam bahasa saya, praperadilan jadi pengadilan keempat. Praperadilan yang bisa memeriksa pokok perkara dan menguji alat bukti, membuat proses peradilan pidana jadi lebih panjang," ujar Ketua Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia, Rivai Kusumanegara, dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (8/5/2015).

Menurut Rivai, KUHAP yang masih digunakan saat ini sudah tidak lagi relevan dengan kebutuhan sistem acara pidana di persidangan. Menurut dia, putusan MK dalam satu sisi dapat disebut sebagai suatu terobosan hukum.

Namun, karena putusan tersebut hanya parsial, dikhawatirkan malah mengganggu sistem yang sudah dibangun. Dengan putusan tersebut, siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka, dapat menguji penetapannya melalui pengadilan.

Selain membebani pengadilan, banyaknya gugatan praperadilan juga dinilai akan mengganggu konsentrasi penyidik dalam menuntaskan kasus-kasus pidana. Selain itu, menurut Rivai, praperadilan saat ini belum menyentuh upaya paksa, seperti pencekalan. Akibatnya, praperadilan seringkali merugikan si pencari keadilan.

"Kalau saya pribadi, saya percaya pada perbaikan sistem. Hukum acara pidana jelas harus dibenahi. Dengan sistem yang baik, proses peradilan juga akan berjalan baik," kata Rivai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar